Selasa, 11 Agustus 2015

Pujangga Kepada Peri Penjaga Hati

Pujangga pernah bercerita, bahwa matahari amat mencintai bumi, dan karena hal itulah ia rela memberikan sinarnya yang abadi.
Peri penjaga hati tak percaya, ia membantah perkataan pujangga dengan sombongnya.
"Jika matahari benar-benar mencintai bumi, seharusnya ia turun dari langit, menemani bumi, dan tidak hanya memperhatikan seisi bumi dari jarak jutaan kilometer."
Pujangga hanya tersenyum. Ia tahu pasti banyak pula hati manusia di luar sana yang berbisik demikian.
"Jawabannya hanya satu, bahwa cinta matahari kepada bumi teramat besar."
Bicara apa pujangga ini? Apa maksudnya?
Seperti kebanyakan isi hati, sang peri menggerutu tak habis pikir.
"Karena matahari tahu, jika ia mendekati bumi barang sejengkal saja, itu hanya akan menjadi bencana bagi bumi dan seluruh isinya. Maka ia putuskan untuk menjauh sembari terus memperhatikan bumi dari kejauhan. Dan tak berhenti menyinarinya dengan tulus dan ikhlas."
Dan peri penjaga hati pun mengerti. Bahwa ada banyak cara dalam mencintai seseorang. Termasuk dengan menautkan jarak, demi menjaganya dalam kebaikan dan menghindarkannya dari segala bentuk kerusakan.
Dan, ikhlas lagi tuluslah yang menjadi pengharum di setiap doa-doa kepada Tuhan.
"Mencintai dalam doa, itu namanya."
Pujangga mengakhiri ceritanya.

**

Aku mencintaimu
Seperti matahari kepada bumi
Biarkan jarak menjadi penjaga yang setia
Menjauhkan aku dan kamu dari kerusakan pun kerugian
Biarkan doa menjadi penghantar cinta walau mungkin tak akan mudah
Mengharumkan kisah yang sedang aku dan kamu tautkan
Lantas, apakah cinta seperti matahari kepada bumi tak dapat bersatu?
Tak ada cinta yang tak dapat bersatu
Jika dengan kehendak Illahi..
Percayalah

Minggu, 26 Juli 2015

With You, I'll Be

Love is never ending process.
Everyday is a challenge for a couple.
For facing every single night and day.
For holding on each other arms no matter what will happen.
For trusting their love and no regret at all.
For struggling every problems around them.
And for loving each other without thinking twice.

Love is never ending process.
And i will be the luckiest woman in the world, if i can pass the process with you.
Till the end of the story.

Kamis, 18 Juni 2015

Rima I untuk Pengisi Hati

Ini cerita tentang pagi
Yang amat mencintai mentari
Hingga rela tetap menanti
Datangnya mentari yang mungkin tak abadi

Seperti pagi yang selalu merindukan mentari
Hati ini iri pada merpati yang serasi
Mendamba kekasih yang setia menemani
Hingga lupa bagaimana kelabunya sepi

Seperti pagi yang bersyukur akan datangnya mentari
Hati ini tak bisa lagi khianati
Hanya satu yang selalu dinanti
Jika bukan dirimu, aku pasti akan mati

Ini cerita tentang hati
Yang benci rayuan lelaki
Namun telah sampai pada hangatnya pagi
Dan enggan kembali pada sepi

Sampaikan salamku padanya hai merpati
Sebutlah aku merana jika ia pergi
Sampaikan rinduku padanya hai merpati
Beritahukan dunia, cintaku sejati

Tetaplah disini
Kau yang kusebut pengisi hati

Cirebon, 18 Juni 2015
Dalam naungan rindu

Kamis, 07 Mei 2015

Dosa Besar?

Aku wanita
Aku dipilih
Ketika cinta yang telah lama kunanti datang memilihku, tak banyak yang bisa kuperbuat
Aku manusia
Aku dipilih
Takdir yang menentukan, kepada siapa aku jatuh cinta dan oleh siapa aku dicintai

Dosa besar apa yang telah kulakukan hingga dunia membenciku?
Dosa besar apa yang telah kuperbuat hingga sahabat meninggalkanku?
Dicintai dan mencintai seseorang? Menemukan cinta baik yang selama ini kucari? Dosa macam itukah?
Dosa besar apa hingga aku diijinkan bersama dengan ia yang kupanggil cinta, namun harus rela ditinggalkan mereka yang dulu jalan beriringan?

Melangkahlah
Tanpa aku, jika itu maumu

Dan aku tidak akan beranjak
Aku tetap disini
Hingga kapanpun kalian berbalik arah, aku ada dengan tangan terbuka
Hingga kapanpun kalian berbalik arah, apapun yang kalian butuhkan aku ada
Aku tidak akan beranjak
Aku tetap disini

Hey, aku hanya ingin berbahagia tanpa kehilangan kebahagian lainnya. Tidak bolehkah? Tidak bisakah? Mengapa amat sulit?

Selasa, 24 Maret 2015

Kehilangan Pelangi

Pagi ini biru
Terdengar rayuan tapi layu
Pagi ini rancu
Terlihat bersembunyi di balik pintu

Aku menjadi sepi
Sendiri
Tak terperi
Aku kehilangan pelangi

Masih ada mentari
Masih ada beberapa kurcaci
Tapi tidak dengan pelangi
Mereka pergi

Salahku mencintai malam?
Ketika cintaku berlabuh pada temaram
Hilang pelangi dari dalam genggam
Begitukah janji pualam?

Pengorbanan?
Adakah berdosa jika saling mencinta?
Aku tetap ingin bersama malam
Pun pelangi yang mengindahkan

Tolong aturkanlah wahai, Tuhan
Walau entah setelah hujan ke berapa
Walau entah sehabis mendung yang mana
Izinkan pelangi datang, bersamaan malam

Sekali saja, tak bisa?

Minggu, 18 Januari 2015

Kumpulan Surat-surat Terpilih 'Surat Untuk Penghuni Surga' Buku Tiga

Selamat malam, dunia!
Berhari-hari mencari inspirasi untuk menuliskan sebuah konten saja di laman ini, tapi selalu gagal. Entah mengapa. Mungkin karena terlalu banyak pemikiran-pemikiran lain dalam kepala ini yang bersautan tak karuan. Maklumlah, fresh graduate looking for first job, pusing yah. Hehehe.
Malam ini, suatu kejutan kecil tapi amat tak terduga berhasil membuat saya terpana.
Seperti ini ceritanya...

Sekitar bulan Oktober/November 2014 (tidak ingat pastinya), saya mengikuti sebuah #proyekmenulis yang diadakan oleh nulisbuku.com di media sosial. Proyek menulis ini bertema surat untuk penghuni surga. Suatu surat yang ditujukan untuk siapa saja yang sudah mendahului kita menuju surga-Nya. Kala itu, rasa ingin menulis begitu besar. Dan ide-ide itu tertuju hanya pada satu subjek, Nenek.
Saya amat dekat dengan ibunda dari ibu saya ini. Beliau merawat saya sejak kecil ketika kedua orang tua saya bekerja, hingga saya menjadi 'cucu kesayangan'nya. Bulan April 2010 menjadi bulan dimana saya terakhir kali dapat menggenggam tangan Nenek. Cerita di antara kami, kecintaan saya untuk beliau, perasaan menyesal dari lubuk hati, kedekatan antara kami berdua, saya coba tuangkan dalam baris-baris kalimat. Yang kemudian saya kirimkan untuk proyek menulis #SUPS ini.
Singkat cerita, November dan Desember tahun 2014 lalu menjadi bulan-bulan penuh keseriusan untuk saya fokus dalam menyelesaikan Tugas Akhir perkuliahan saya. Tidak sempat meng-update perihal proyek menulis tersebut. Apalagi mengingat kapan tanggal pengumuman pemenangnya. Dan tanpa sengaja, ketika sedang menyusuri timeline twitter malam ini, saya teringat akan pengumuman tersebut.
Saya sudah pesimis. Pesaingnya amat banyak. Dapat menulis sampai kalimat terakhir pada surat itu saja saya sudah amat senang. Karena dapat mencurahkan segenap perasaan yang tak sempat saya sampaikan langsung pada nenek. Saya tidak berharap lebih untuk menjadi salah satu penulis di buku antologi tersebut.
Tapi Tuhan mengejutkan saya.

Nama saya ada di antara puluhan (bahkan ratusan) nama penulis yang berkontribusi dalam buku-buku antologi tersebut. Alhamdulillah :')
Coba cek link ini. Di buku tiga nomer 24 :'))

Seluruh ketentuan pembelian buku dsb nya ada di link tersebut. Tentu suatu kebahagiaan yang tak terhingga, jika kalian bisa ikut merasakan cinta saya pada Nenek melalui cerita itu :)

Dan alhamdulillah, buku antologi ini merupakan buku antologi kedua saya (sebelumnya Antologi 'Pertemuan Kita' oleh Mafaza Media). Tak banyak lembar kertas yang saya sumbangkan dalam kedua buku itu, tapi setidaknya membaca nama saya di daftar penulis buku-buku itu adalah suatu kebahagiaan yang mendalam. Semoga saya masih bisa terus berkontribusi untuk dunia ini. Selamat menikmati, dunia :))


Lihat, Nek. Ini persembahan Reta buat Nenek. I miss you so much...