Sabtu, 12 Juli 2014

Syarat

Aku jatuh cinta pada hal yang belum pernah menjadi tujuanku. Aku kalah pada hal yang selama ini kukenal sebagi prinsip. Aku lemah pada apa yang selama ini tak pernah kuanggap. Aku jatuh cinta padamu. Padamu yang mungkin tak pernah terpikirkan olehku. Padamu yang tak kusangka akan menjadi bagian hati ini. Padamu yang kerap hadir di mimpi-mimpiku belakangan ini. Padamu yang selalu kusanggah kehadirannya. Padamu...

Apa cinta datang dengan syarat? Adakah cinta hadir tanpa syarat?

Sayang, ampuni aku yang seorang pemikir ini. Aku tak pernah bisa benar-benar menerima sesuatu tanpa memikirkannya matang-matang terlebih dahulu. Dan kamu, telah menjadi pemikiranku akhir-akhir ini.

Kau tau kan alasanku? Sudah kulontarkan pada obrolan berjam-jam kita di sudut kafe itu.
Iya, benar. Usiamu bahkan lebih muda dari adik semata wayangku. 3 tahun mungkin bukan jarak yang lebar. Banyak pasangan di luar sana yang bahkan lebih berani dalam mempertautkan jarak usia dalam ikatan cinta. Tapi, aku?

Aku tak pernah mencintai orang yang lebih muda dariku. Mungkin karena aku tidak pernah bertemu dengan seseorang yang lebih muda usianya dariku, namun lebih dewasa pemikirannya dariku. Kata teman-temanku, aku adalah yang paling dewasa di antara kami. Mereka sering menyebutku 'ibu' bagi mereka. Sial, tua sekali rupanya, hahaha. Dan mungkin itulah alasan, mengapa cukup sulit menemukan sosok yang lebih dewasa daripadaku. Hal itu seperti menjadi syarat untukku mencintai seseorang. Ia tak boleh lebih muda dariku. Ia tak boleh ini dan itu dariku. Semua syarat itu mungkin mempersulitku untuk menjalin suatu ikatan cinta. Tapi aku merasa aman, karena syarat-syarat itu, aku bisa mencintai seseorang yang memang benar-benar bisa kucintai. Ampuni aku lagi akan sikapku yang satu ini, sayang. Kau boleh menyebutku perfeksionis, pemilih, atau apapun itu.

Entah apa yang semesta inginkan dariku. Aku jatuh cinta padamu. Pada pertemuan kita yang kedua. Ya, di pertemuan pertama, aku sudah memperhatikanmu, tapi sekuat tenaga kutepis rasa ini. Dan aku kalah pada pertemuan kedua, di lorong gedung kampus kala itu.
Kamu juniorku. Kita saling kenal karena himpunan mahasiswa di kampus. Apa yang bisa kulakukan sebagai seorang senior? Aku wanita, sayang. Dan seniormu, ingatlah. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku benci saat-saat itu..
Tapi hati, tak pernah bisa berbohong. Aku jatuh cinta. Dan tak dapat kuacuhkan lagi rasa itu.

Kamu, menjadi yang paling pertama dalam hidupku, yang mampu mematahkan syarat itu.

Nyatanya, cinta memang bisa hadir tanpa syarat.
Semesta berbaik hati padaku. Dan, kamu.
Di tempat ini.  Di hadapan senja yang menjingga. Di dalam rengkuhan lenganmu. Aku bersandar. Nyaman.
"Happy 5th anniversary, sayang.." aku selalu suka caramu berbisik lembut di telingaku.

Senin, 07 Juli 2014

Jatuh Hati

Tentang kata-kata sederhana yang menjadi berarti
Tentang hal-hal kecil yang kembali dinanti
Tentang mimpi semu yang terus menyelimuti
Tentang sapaan yang mengharumkan hari
Tentang buaian yang indahkan pagi
Tentang nyanyian yang ramaikan sunyi
Tentang jiwa yang tak lagi sepi
Tentang rasa yang liar mencari
Tentang rongga yang telah terisi
Harusnya aku sadar sejak tadi,
aku jatuh hati...

Rabu, 02 Juli 2014

Tidak Lebih 10 Menit

Tidak lebih dari 10 menit
Tuhan memainkan skenario-Nya
Tidak lebih dari 10 menit
Ketidaksengajaan mengantarmu padaku
Ada rasa indah yang menyelinap ketika tatapanmu menusuk retinaku
Ada rasa manis yang menyerbu ketika senyuman itu menghipnotisku
Ada rasa lembut yang menyentuh ketika kusadar dewi amor sedang melirikku
Melalui angin yang berhembus
Mereka bercerita tentang anggunmu
Melalui detik yang mengalun
Mereka bercerita tentang warnamu
Melalui singkatnya takdir yang terjadi
Mungkinkah aku jatuh cinta?
Dengan tidak lebih dari 10 menit?
Anggap saja aku gila..

#FF2in1 : Darah Yang Sama

Aku sudah lupa kapan terakhir kali aku jatuh cinta. Rasanya sudah sangat lama sejak pria itu pergi mencampakkanku. Aku kecewa. Mungkin tidak percaya lagi pada cinta. Aku membenci. Rasanya cukup muak aku dipermainkan rasa merah jambu itu. Aku bertekad. Sepertinya tidak ingin lagi jatuh cinta. Pada siapapun. Aku bersikeras. Karena hal itu bukan pertama kali yang kurasakan. Semoga semesta mendukung.

Orang-orang mungkin menganggapku gila. Orang-orang mungkin menilaiku tak masuk akal. Mana bisa seseorang menolak jatuh cinta? Mana bisa seseorang melawan rasa cinta bila ia sudah ditakdirkan? Aku mencoba membuktikannya. Setidaknya, sebelum hari ini datang.

Aku melihatnya dari kejauhan. Sosok yang sudah cukup lama kukenal. Entah mengapa, pada pandangan pertama melihatnya lagi setelah sekian lama, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Mungkinkah aku keliru? Mungkinkah aku telah dikalahkan pada egoku sendiri? Mungkinkah aku jatuh cinta lagi? Padanya?

Aku gugup. Tak dapat percaya. Sekian lama aku membentengi hati ini dengan dinding raksasa, berusaha menolak semua perasaan merah jambu. Sekian lama aku berjalan sangat hati-hati agar tidak jatuh untuk kesekian kalinya. Sekian lama aku bersikeras, bahwa aku tidak boleh jatuh cinta lagi jika luka yang akan kuulang. Bagimana bisa, padanya, semua ambisiku itu luruh? Benarkah pada pria ini?

Aku tertegun. Bisakah aku menjadi bagian dari hidupnya? Jika ada darah yang sama mengalir dalam tubuh kami..

"Hai, Ratna, sepupu cantik kesayanganku. Sudah besar sekali kau rupanya, nduk?" ia menyapaku.


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

#FF2in1 : Di Balik Rak Buku Ini

Disinilah aku sekarang. Di balik rak buku perpustakaan yang memisahkan jarak antara kita. Aku tidak kemana-mana. Rak buku ini sudah seperti saksi bisu, betapa setiap saat aku hanya bisa mengagumimu dari jauh. Rak buku ini sudah seperti saksi bisu, betapa aku tak pernah bisa memalingkan pandanganku darimu.
Kamu masih sibuk dengan buku yang sama, sejak kemarin kau datang ke perpustakaan yang aku kelola ini. Sastra. Sepertinya itu cabang ilmu keahlianmu. Ah, bagaiman kita bisa memiliki kesamaan? Aku juga mencintai sastra. Namun tidak melebihi cintaku padamu, sepertinya. Hari ini kau datang dengan setelan blues berwarna merah marun. Kau tampak anggun, sungguh. Ya, seperti biasanya. Kamu juga memilih bangku yang sama setiap kau datang ke tempat yang sudah seperti rumahku sendiri ini. Hal itu memudahkanku untuk memantaumu dari jauh. Hal itu juga memudahkanku, untuk selalu berusaha merahasiakan perasaanku ini.
Aku memang mengagumimu. Sangat menyukaimu. Aku jatuh cinta padamu. Jangan tanya sejak kapan kumulai menyimpan rasa ini. Aku tidak pernah punya keberanian untuk mengungkapkannya. Ya, kau boleh menganggapku pecundang. Tapi aku tahu diri. Bagaimana bisa aku bersanding denganmu, ibu dosen cantik?

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku